Jumat, 03 Desember 2010

Tiga Tahunku hampir Tamat

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, rasanya baru kemarin aku menapakkan kaki di "Tanah Hitam" (begitu sebutan orang-orang untuk Tanah Papua) ini. Sekarang sudah hampir tiga tahun berlalu sejak moment mendebarkan sekaligus "menakutkan" itu. Mengapa aku bilang takut? Karena sebelum aku ke tanah ini, aku membaca buku sejarah Tanah ini yang sangat sukses membuat bulu kudukku berdiri dan hatiku bergetaarrrr.

Dari sekian banyak pulau yang ada di Tanah ini, ada satu pulau dimana Tuhan sudah menempatkan aku, Pulau Manuran; tetapi beberapa orang menyebutnya "Manurang" atau "Manuram" entah mana yang benar, untuk mengklarifikasinya pun sulit, karena nama pulau ini tak tertera di peta (it's okay!). 

Banyak suka dan duka yang aku alami selama disini. Setidaknya yang paling berbekas begitu dalam di ingatanku adalah sepanjang tahun 2009. Kehidupan fisik dan rohaniku betul-betul menjadi pertanyaanku yang paling utama, sepanjang hidupku. Kalau boleh aku menggarisbawahi, inilah waktu terpanjang "masa kelam" kehidupanku. Aku banyak dihadapkan dengan masalah "berat" dalam hidup seputar perut! dan otak! Perlahan tapi pasti kemunduran aku alami. Tidak ada gairah! No passion! Semua datar dan BIG nothing! Banyak pelayanan yang aku tolak, tentunya dengan halus. Aku merasa tidak pantas dan tidak layak untuk berbagi dengan siapa pun. Dan di saat bersamaan pun, orang yang aku kasihi dalam iman mulai menjauh tanpa aku pahami apa masalahnya. Aku sangat mengasihinya, aku berharap dia dan aku bergandengan tangan dalam menghadapi "tumpukan" pergumulan di depan mata kami. Tapi ternyata ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya (sampai sekarang pun aku tidak tahu, apa itu?!), sehingga dia memilih dan memutuskan pergi meninggalkanku, meninggalkan Tanah Hitam ini. Tapi aku tetap mengasihinya sampai kapan pun (semoga kamu mengerti apa yang aku rasakan, dulu dan sekarang).

Besar kerinduanku berbagi dengan saudara-saudaraku disini, begitu aku melihat dan hidup bersama dengan mereka. Awal tahun 2010 semangatku mulai bangkit. Tidak bisa dipungkiri bahwa berpulangnya calon ayah mertuaku di akhir 2009 (waktu itu aku masih belum menikah) kembali menyadarkanku bahwa masih banyak hal yang harus aku lakukan di dunia ini sebelum aku pun kembali kepada BAPA. Ayah mertuaku adalah seorang pelayan Tuhan yang setia. Seluruh kehidupannya dipakai untuk melayani jemaat Allah, dan tidak pernah sekalipun dilewatkan doa malam untuk istri dan anak-anaknya. Ayah mertuaku adalah pria tangguh yang dipakai Tuhan luar biasa. Aku bangga bisa menjadi menantunya. Terakhir aku memakaikan sepatu di kakinya yang sudah terbujur kaku, kaki itulah yang membawanya melayani bahkan sampai berkilo-kilo meter di usianya yang sudah tidak muda lagi dan kaki yang tidak bisa berjalan berdiri lebih dari 5 menit, sungguh luar biasa! Tidak ada yang bisa menghalangi perjalanan pelanyanannya, sakit penyakitpun tidak sama sekali! Sungguh luar biasa. Seperti mendapat transfer spirit yang kuat dalam hatiku untuk terus melayani, meski apapun yang aku alami. Memang benar Firman Tuhan, JAUH LEBIH BERMAKNA PERGI KE ACARA PEMAKAMAN DIBANDINGKAN KE ACARA PESTA. Dan aku menemukan makna yang sangat berharga itu. Tuhan mengingatkan hal yang paling penting dan sudah mulai hilang dalam hidupku.

Kembali ke Tanah Hitam ini. Serasa mendapat suntikan energi aku kembali ke Pulau Manuran di awal 2010 dan memulai hal kecil bersama beberapa saudara seiman. Meski tidak terlalu intens, tetapi kami selalu sharing kapan pun dan dimana pun kami bertemu. Mereka adalah orang-orang yang haus akan kebenaran Firman Tuhan. Pernah kami hanya berniat untuk latihan fragment di gereja, tetapi jadi juga kami sharing sampai lewat jam 10 malam di gereja. Begitu haus dan komitmen yang kuat untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi, itu yang jelas terlihat dalam setiap kata dan perbuatan mereka. Adakah yang lebih menyenangkan hati pelayan Tuhan selain melihat orang yang dilayaninya memiliki kerinduan yang luar biasa dalam mengenal Allah-nya? mungkin kita sepakat mengatakan "tidak ada". Kerinduan Bapa adalah agar hati anak-anak-Nya kembali kepada-Nya. 

Di kesempatan yang lain, salah seorang dari mereka tak mampu menahan tangis nya (ini jelas bukan acting semata) ketika dia menyanyikan lagu yang bercerita tentang anak manusia yang berdosa, tetapi akhirnya menyadari dan kembali kepada ALLAH. Aku tau orang itu, dan aku tau arti air mata itu. Aku tau apa yang dialaminya. Aku tau apa yang ada di dalam hatinya. Dan aku pun kembali diingatkan betapa banyak manusia berdosa yang sangat rindu merasakan kasih Allah yang sejati. Keesokan harinya orang itu mendatangi aku mengatakan permohonan maaf dan penyesalannya karena sudah menangis ketika menyanyi, karena waktu itu aku yang memimpin ibadah. Dia mengira sudah merusak ibadah karena dia tidak bisa membendung aliran kasih Allah dalam hidupnya yang membuat dia terharu. Oww, tidak... aku katakan, "Tidak perlu minta maaf. Allah tau apa yang ada dalam hatimu. Dan banyak orang diberkati malam itu". Lalu dia diam kembali. Perlu diketahui saja, aku sampai-sampai tidak pernah hafal dengan suaranya, karena dia pria yang jarang sekali berbicara, dan kalau bericara pelaaaannn sekali, bahkan aku perlu beberapa kali meminta dia mengulangi kata-katanya, hahaha... 

Di lain kesempatan lagi ada seorang dari mereka, seorang bapak yang usianya tidak bisa dibilang muda lagi, aku menaksir usianya kira-kira 40-an. Aku memberinya peran menjadi ALLAH BAPA dalam suatu drama untuk ibadah. Awal latihan, ketika pertama kali kami latihan, air matanya menitik karena dia betul-betul menghayati. Drama tersebut bercerita tentang anak manusia yang awalnya dekat dengan Allah, tapi karena nafsu dunia akhirnya dia jatuh dalam berbagai-bagai dosa dan membuatnya jauh dari Allah. Tapi kemudian dia merindukan kasih Allah Bapa, yang membuatnya membuang semua dosa-dosa nya dan kembali kepada Bapa. Tapi setelah latihan selesai dan kami pulang ke tempat masing-masing, ternyata bapak ini tidak bisa tidur. Dia gelisah. Pikirannya terus menuduh dirinya sebagai manusia berdosa yang tidak pantas memerankan tokoh ALLAH BAPA yang begitu kudus. Dia menangis dan berdoa seorang diri di dalam kamarnya. Keesokan siangnya dia mendatangiku dengan wajah yang penuh beban (padahal biasanya bapak ini adalah orangtua yang berjiwa muda, selalu ceria dan bersemangat). Dia menceritakan semua yang dialaminya sepanjang malam dan dia berniat menolak peran itu. Aku menjelaskan bahwa itu pikiran dunia yang hanya ingin menuduh dan menjatuhkannya. Memang betul kita tidak akan pernah bisa disamakan dengan Allah Bapa, tapi jadikanlah pengalaman berperan sebagai Allah ini sebagai semangat dan alarm agar dirinya membenci dosa, sama seperti Allah membenci dosa. Bukan perkara yang mudah bagi dia, tapi akhirnya (setelah 2 hari dia menggumulkannya) dia menyatakan bersedia memerankan Allah Bapa. Lagi-lagi dia begitu terharu ketika merasakan kasih Allah Bapa yang begitu besar dalam hidupnya. Tuhan Yesus memberkatimu bapak!

Ada banyak cerita yang terjadi di pulau ini, khususnya selama sepanjang tahun 2010. Sampai saat ini aku masih belum bisa memutuskan akankah aku pergi dari sini atau tidak. Rencana kepergianku semakin matang, tapi justru disaat yang bersamaan pula hatiku terus bergolak dan ingin berada disini, setidaknya sedikit lebih lama dari rencana kepergianku. Tapi (lagi) ada banyak alasan yang membuat aku harus pergi dari sini. Cukup sudah waktuku disini, ini kataku, entah apa kata Tuhan.

Sekarang sudah beberapa hari lagi menuju tahun 2011, dan aku masih belum bisa memutuskan. Tuhan berilah aku ketenangan dan kebijaksanaan ketika memutuskan. Dan terlebih berilah pertumbuhan iman yang luar biasa untuk anak-anak Tuhan di Tanah Hitam ini, khususnya di Pulau Manuran , sehingga kemuliaan Tuhan terpancar dari pulau kecil ini sampai ke seluruh dunia, dan sorak-sorai Malaikat boleh lagi terdengar untuk setiap pertobatan setiap orang di Pulau ini.

Amen!

I pray in the name of Jesus. Amen!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar