Setelah sekian lama beribadah di bangunan gereja yang beratapkan terpal dan beralaskan pasir akhirnya pada hari Senin, 6 Desember 2010 gereja Manuran yang sudah direnovasi, ditahbiskan, alias peresmian, alias gunting pita (pitanya pake pita produksi loohh) :)
Perjuangan panjang anak-anak Tuhan sejak tahun 2006 untuk membangun tempat ibadah yang "layak" akhirnya tergenapi di tahun 2010 ini. Semua ini tidak lepas dari campur tangan Tuhan yang mengasihi manusia, juga kerinduan anak-anak Tuhan di Manuran.
Aku mendengar sejarah yang mengharukan sekaligus menginspirasi dari perjalanan berdirinya "gereja" di Manuran. Awal dibukanya tambang di Manuran tahun 2006, tidak sekalipun anak-anak Tuhan beribadah di hari Minggu. Hari Minggu dilewati sama seperti hari-hari yang lain, isinya bekerja, bekerja, dan bekerja. Bisa dirasakan bagaimana kondisi iman dan kehidupan kerohanian saudara-saudara kita pada saat itu. Tidak ada persekutuan! Hingga awal tahun 2007 akhirnya beberapa anak Tuhan mulai berkumpul di tenda tukang bangunan (yang sedang membangun mess-mess karyawan waktu itu) untuk beribadah. Tenda yang juga adalah tempat tidur para tukang dijadikan tempat bersekutu. Sebagian duduk di atas tempat tidur, sebagian duduk di batang kelapa, sebagian duduk beralaskan pasir, bahkan ada juga yang berdiri dari awal hingga akhir ibadah. Di dalam tenda terpal kecil yang panas, anak-anak Tuhan memuji menyembah Tuhan, bisa dibayangkan begitu panas dan seadanya kondisi mereka saat itu. Tapi Puji Tuhan yang hidup, kondisi yang seperti ini tidak menurunkan semangat mereka, tetapi justru membuat mereka rindu membuat tempat yang "lebih layak" bagi mereka bersekutu, hingga akhirnya mereka membangun "gereja darurat". Mengapa dikatakan darurat? Karena waktu itu hanya ada bangunan seperti tenda yang dibuat dari batang-batang pohon yang mereka tebang sendiri dan atasnya ditutup terpal bekas. Disana nama Tuhan dimuliakan!
Semakin bertambahnya jumlah jemaat Tuhan di Manuran, tentu saja membuat "gereja darurat" tidak mampu menampung, sehingga secara bersama-sama mereka membangun gereja yang lebih besar dari "gereja darurat", tetapi masih dalam konsep yang sama (batang kayu dan terpal), tapi bedanya sekarang terpalnya baru, karena mendapat bantuan dari perusahaan. Sejak saat itu jemaat dan saya menggunakan rumah ibadah, sampai akhirnya direnovasi seperti sekarang ini.
Dana untuk merenovasi gereja diperoleh dari hasil penjualan baju kaos. Panitia pembangunan mendesign kaos dan membuatnya pertama di Bandung, kemudian tahap kedua di Sorong dan menjualnya kepada seluruh karyawan di Manuran. Dana yang dibutuhkan sebanyak Rp 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah). Bisa dibayangkan tentu saja hasil penjualan baju tidak mencukupi. Kemudian kami meletakkan kotak "sumbangan pembangunan" di setiap ibadah dan membuat proposal bantuan dari perusahaan. Puji Tuhan ada juga beberapa jemaat yang secara pribadi menyumbang, baik berupa uang maupun bahan bangunan. Semua yang terkumpul memang belum cukup, tapi itu tidak menyurutkan iman kami, kami terus berdoa dan berusaha. Sedikit demi sedikit kami mulai mencicil pembelian bahan bangunan dan pengerjaan. Semua dikerjakan oleh jemaat, karena kami tidak punya dana untuk membayar tukang. Jadi siapa saja yang sedang tidak bekerja, atau sedang tidak produksi karena hujan (disni kalau hujan tidak produksi), semua bergerak ke gereja untuk mencicil pekerjaan. Pernah kami sampai beribadah di kantin selama 1 bulan, karena gereja harus dirubuhkan untuk pembangunan lebih lanjut. Perlahan tapi pasti gereja kami berdiri. Memang tidak megah bila dibandingkan dengan gereja-gereja di luar sana, tapi kami bangga karena ini adalah hasil kerja seluruh jemaat, buah dari kerinduan untuk beribadah di tempat "yang layak" dan tentunya campur tangan Tuhan Yesus.
Hari ini memang gereja sudah di tahbiskan, sudah gunting pita dan sudah terlihat jauh lebih cantik dari sebelumnya, tapi pekerjaan ini belum selesai, kami masih terus berjuang untuk membangun konsistori dan teras gereja, seperti yang sudah direncanakan di awal. Tapi seperti khotbah pentahbisan pagi tadi, apalah gunanya bangunan gereja yang cantik, apabila hati jemaatnya tidak "cantik", semuanya adalah kesia-siaan belaka. Oleh karena itu, kami terus mengaungkan dan mengingatkan seluruh jemaat dan kami sendiri para pelayan untuk tidak melupakan pembangunan "hati dan kehidupan kerohanian" meski disibukkan dengan rencana pembangunan gereja.
Kiranya dengan berdirinya gereja di Manuran ini juga menandakan berdirinya hati anak-anak Tuhan untuk terus terangkat kepada Allah memohon pembaharuan hari demi hari. Tuhan Yesus memberkati kita semua!
|
Gereja Manuran yang sudah dihias untuk acara pentahbisan/peresmian gereja dan Natal Bersama (maaf foto gereja sebelum direnovasi akan di upload menyusul, supaya bisa melihat perbedaannya) |
|
Ibadah singkat di luar gereja sebelum peresmian dan memasuki gereja |
|
Prosesi peresmian gereja (menuju ke gereja) |
|
Diawali dengan suling tambur oleh pemuda |
|
Para Majelis dan Pelayan berbaris di teras gereja (teras nya belum selesai, belum ada dana) |
|
Pendeta dari Klasis Lingkungan Raja Ampat menggunting pita |
|
Inilah pintu gereja Manuran yang baru (dulunya gereja kita gak punya pintu, jadi plong gitu aja) |
|
Membuka pintu gereja oleh Pendeta Klasis Lingkungan Raja Ampat |
|
Pendeta, Majelis, Pelayan dan Jemaat berturut-turut memasuki gereja |
|
Khotbah (mimbarnya bentuk perahu loh!) |
|
Pujian dari pemuda. Lihat mereka, dengan segala kesederhanaan dan keluguan menaikkan pujian bagi Raja. Haleluyah! |
|
Ketua Panitia Pembangunan Gereja menyampaikan kata sambutan |
|
Ibadah selesai... makan makaaaannn... :) |
|
Pendeta dan pengurus gereja |
|
Yummiee... made in ibu-ibu Manuran looohhh :) |
|
Pemanis (hehehe...) Akyu & Elisabeth |
|
Sekali lagi, Gereja Manuran nih... |
|
Mas Deth & Elisabeth nunggu piggy bakar :p |
|
Agung & Akyu gak mau kalah, nunggu piggy bakar juga! :D |
|
Trio kwek kwek... Happy :) :) :) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar