Rabu, 27 Oktober 2010

Mengenang Bencana Negeri Ini -- 27 Oktober 2010 --

Menggantung gumpalan awan hitam pekat di langit pertiwiku, 
gemuruh ledak tangis angkasa menggabungkan ribuan, jutaan, bahkan ratusan juta jiwa yang sedang meradang perih
Tuhan... begitu banyak cobaan yang harus dihadapi bangsa ini
begitu banyak saudaraku yang harus melepas raga dari roh
begitu banyak tetes air mata dan peluh yang jatuh ke tanah bencana negeri ini
bencana dan kejadian memilukan menghantam tubuh negeriku
belum lagi hilang trauma korban bencana tsunami Aceh 6 tahun silam, sudah datang lagi tsunami Mentawai yang berhasil merampas jiwa 112 orang dan 502 orang lainnya hilang tanpa kabar berita
belum lagi selesai aku melepas kepedihan melihat saudara-saudaraku yang menjadi korban gempa yogya 4 tahun silam, sekarang sudah bertambah pedihnya melihat wedhus gembel dan debu vulkanik yang merenggut hidup penduduk lereng Merapi
dan... ooohhh, Guru Kunci Merapi itu... Mbah Maridjan, begitu beliau biasa disapa, turut menjadi tumbal bencana alam ini
belum lagi banjir di Jakarta,
di Wasior... 
dan gejolak politik yang seolah tak ada hentinya
saling tuding, saling menjatuhkan diantara penguasa negeri ini
juga arus protes dan tindak anarkis bak penghuni hutan seolah tak mau ketinggalan meramaikan penderitaan negeri dan bangsa ini
Tuhan...
apa arti semua ini?
adakah ini peringatan atau bahkan sudah menjadi hukuman atas kami?
jauh kulayangkan ingatanku mengenang kondisi bangsaku belakangan ini... menyedihkan sekali
dalam hati kuhakimi para pemimpin bangsa yang tidak becus mengurus negeri ini,
kukutuki para pelaku pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, teroris, kawin cerai dan semua pelaku kejahatan lainnya
aku menuding mereka biang kerok dan alasan mengapa bencana ini terjadi
yaaa... INI SEMUA KARENA MEREKA!!!
INI SEMUA SALAH MEREKA... MEREKA YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS BENCANA NEGERI INI
ingin rasanya kutemui mereka satu per satu dan kumaki
ingin rasanya aku menjadi wakil kesedihan, amarah, dendam dan kebencian negeri ini lalu kumuntahkan di wajah mereka 
ingin rasanya aku mencabik perasaan mereka supaya mereka juga merasakan bagaimana rasanya hati yang pedih ketika melihat orang yang kita sayangi; ayah, ibu, kakak, adik, suami, istri, kakek, nenek, menjadi korban... 
biar mereka rasa! biar mereka mengalami hal yang sama! biar mereka rasakan sakit yang sama

begitu emosi, begitu bernafsu, begitu dendamnya hati ini sehingga aku melupakan sepenggal kata yang selalu kuucapkan dalam doa, "Tuhan, ampunilah aku, sama seperti aku juga mengampuni orang yang bersalah kepadaku!"
ooohhh... hatiku bergetar, bulu kudukku merinding menyadari doa itu sudah beratus-ratus kali kuucapkan selama hidupku, tapi mengapa hatiku begitu jahat tak mau mengampuni para penjahat itu
seketika tulang-tulangku lenyap dan tubuhku lemas...
aku terjatuh di atas kedua lututku dan kuangkat kedua tanganku memohon ampun kepada-Mu, ya Tuhan, serasa kuucap kata, "Ampunilah dosa bangsa ini, ya Tuhan... ampunilah kami yang selalu menyimpan iri dengki dendam terhadap sesama, ampunilah keegoisan kami memperlakukan hidup ini selayaknya milik kami sendiri tanpa memikirkan perasaan-Mu... ampunilah kami, ya Tuhan, Sang Pencipta dan Pemilik Hidup... ampunilah kami..."
serak suara ini menahan haru bercampur sedih dan bahagi; sedih karena sadarku mengingatkan kalau aku salah satu dari penjahat itu dengan membenci dan menyimpan dendam dan bahagia akhirnya aku diingatkan untuk mengampuni dan minta ampun untuk bangsaku tercinta, negeriku Indonesia...

dengan kepala tertunduk dan hati terangkat kepada-Mu, ya Tuhan, aku memohon hiburlah hati saudara-saudaraku yang saat ini terkena bencana, berilah yang terbaik dalam kehidupan mereka dan pulihkanlah bangsaku, Indonesia...
aku berdoa kepada-Mu, ya Tuhan...
amin...


Banjir Wasior
Tsunami Mentawai

Merapi Meletus
Demo dimana-mana
Polisi beradu dengan massa demo

Arogansi demo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar